Minggu, 11 Januari 2009


Mengontrol pengeluaran

Jika pendapatan Anda tidak bisa menutup semua pengeluaran, Anda harus memangkas pengeluaran atau menambah pendapatan. Biasanya pilihan pertama lebih mudah dilakukan karena tidak memerlukan perubahan drastis. Dengan melakukan pemangkasan pengeluaran Anda dapat membayar beban tagihan Anda. Buat daftar tagihan yang wajib dibayar (cicilan rumah, cicilan pinjaman, kartu kredit, tagihan air, listrik dan lain-lain) dan sisihkan uang untuk kebutuhan pokok (makanan, pakaian, asuransi). Lalu, tentukan pengeluaran-pengeluaran lain yang bisa dipotong.


TIPS

Cara mudah memangkas pengeluaran


Berikut ini langkah-langkah mudah yang bisa Anda lakukan untuk memotong pengeluaran. Hal ini akan lebih mudah lagi dilaksanakan jika saldo akhir bulanan Anda positif.

1) Jika Anda sering makan di restoran atau memesan makanan lewat layanan antar, cobalah membawa bekal makan siang dari rumah dan makan di restoran hanya pada saat-saat istimewa.

2) Anda bisa menekan pengeluaran “tetap” seperti tagihan listrik dengan menghemat energi. Matikan pendingin udara satu jam lebih awal dari biasanya. Setrika baju-baju Anda pada saat yang sama. Pastikan lampu-lampu mati pada saat Anda pergi. Ganti bola lampu dengan bola lampu hemat energi yang tahan lima kali lebih lama dan hanya menghabiskan 40% dari kapasitas listrik.

3) Makan di restoran cepat saji setiap hari kerja bisa menghabiskan paling tidak Rp 25.000 sehari. Dalam setahun, Anda dapat menghabiskan Rp 6,5 juta. Bila pasangan Anda mempunyai kebiasaan yang sama, berarti Anda menghabiskan Rp 13 juta setahun.

4) Jika Anda perokok, pertimbangkan untuk menghentikan kebiasaan itu. Selain alasan kesehatan, Anda juga dapat menghemat sekitar Rp 3 juta setahun dengan menghentikan kebiasaan merokok satu bungkus setiap hari.
Keluar dari lilitan utang memang sulit dan perlu waktu. Kebanyakan orang perlu satu sampai dua tahun untuk lepas dari jerat utang. Disiplin dan teknik yang Anda pelajari dalam menyelesaikan masalah akan bermanfaat sepanjang hidup Anda. Perasaan terbebas dari lilitan utang itu sangat menyenangkan. Terlebih lagi jika Anda dapat mempertahankan keadaan itu.

Kamis, 08 Januari 2009

Minggu, 04 Januari 2009

MENGELOLA KEUANGAN KELUARGA




Uang seringkali menjadi penyebab terjadinya perceraian. Perselisihan mengenai keuangan bisa saja terjadi disaat uang melimpah maupun disaat kekurangan uang. Masyarakat Indonesia merasa risih bila harus membicarakan masalah keuangan dalam keluarga. Oleh karena itu kami merasa perlu untuk terus menyerukan kepada semua kalangan masyarakat terutama pasangan suami istri untuk belajar saling terbuka mengenai keuangannya masing-masing. Kami sangat percaya bahwa setiap orang memiliki pandangan mengenai uang yang berbeda-beda karena suami atau istri dibesarkan di lingkungan yang berbeda. Kegagalan dalam membicarakan soal uang di dalam keluarga berpotensi menimbulkan permasalahan.
Banyak orang merasa bahwa membicarakan keuangan dalam keluarga adalah tabu. Namun menurut hemat kami, hal ini malah seharusnya dibicarakan. Kalangan ini pernah berpikir, Apakah dengan membiarkan persoalan keuangan dalam keluarga belarut-larut akan menyelesaikan segalanya? Atau bisa menjadi bola salju yang terus membesar? Persoalan kecil bisa menjadi besar bila tidak diatasi dan diselesaikan dengan bijak. Oleh karena itu dalam hal keuangan keluarga sangat dibutuhkan sebuah pola pengelolaan dimana masing-masing individu di dalam keluarga (suami dan istri) memiliki hak dan kewajibannya masing-masing. Dengan pembagian tanggung jawab serta diskusi yang mendalam dapat meringankan persoalan yang mungkin timbul di masa depan.
Berikut ini ada tiga tipe pengelolaan yang bisa Anda pilih sesuai dengan keinginan Anda bersama pasangan Anda. Tentunya masih banyak lagi pola pengelolaan yang ada. Hal terpenting disini adalah saling keterbukaan serta menjalani kehidupan keluarga dengan tanggung jawab bersama.
1. Uang bersama dan Sistem AmplopPenghasilan suami istri langsung digabung bersama. Setelah itu, gabungan kedua pendapatan langsung dialokasikan ke pos-pos pengeluaran rutin yang telah dihitung lebih dulu. Lazimnya, setiap pos diwakili oleh satu amplop. Pos-pos pengeluaran itu, pada beberapa keluarga, bukan saja kebutuhan rumah tangga makan minum, dan listrik saja, tapi juga termasuk membayar kredit rumah, cicilan mobil, listrik, telepon, uang sekolah anak, asuransi dan kebutuhan mobil (bensin, servis berkala, kerusakan, dan lain-lain). Bahkan tabungan, pengeluaran pribadi ayah-ibu dan liburan pun jadi amplop tersendiri. Bila ada sisa, dimasukkan ke dalam tabungan suami atau istri, atau khusus membuka lagi account bersama di bank untuk ‘menampung’ sisa amplop setiap bulannya.
2. Membagi Berdasar PersentaseBentuk manajemen ini adalah membagi tanggung jawab dalam bentuk jumlah atau persentase Seluruh kebutuhan keluarga setiap bulan dihitung termasuk pos darurat dan pos tabungan. Masing-masing sepakat menyumbang sebesar jumlah tertentu untuk menutupi kebutuhan tersebut. Sisanya digunakan sebagai tabungan pribadi untuk kebutuhan pribadi. Misalnya, istri membeli parfum, lipstik, atau baju. Bisa juga tanpa menghitung kebutuhan keluarga terlebih dahulu, suami-istri memberi kontribusi yang sama berdasarkan prosentase. Misalnya 80:20. Artinya, masing-masing "menyetor" 80 persen dari gajinya. Sisa 20 persen disimpan untuk diri sendiri. Jika bisa berhemat, dari uang bersama yang 80 persen, bisa tersisa untuk tabungan keluarga, di samping suami dan istri juga masing-masing punya tabungan pribadi.
3. Membagi Tanggung JawabMisalnya, suami mengeluarkan biaya untuk urusan "berat", seperti membayar kredit rumah, cicilan mobil, listrik, telepon, uang sekolah anak, kebutuhan mobil, dan asuransi. Sementara bagian istri adalah belanja logistik bulanan, pernak-pernik rumah, jajan, dan liburan akhir pekan dan pos tabungan. Dilihat dari jumlahnya, suami menanggung lebih banyak dana. Tapi istri juga punya peranan dalam kontribusi dana rumah tangga. Kalau ternyata istri yang memiliki pendapatan lebih besar, tentunya hal ini juga bisa dilakukan sebaliknya.
Mana yang terbaik? Hal ini sangat dipengaruhi oleh kebiasaan dan tentunya kesepakatan antara suami dan istri. Diskusikan hal ini dengan pasangan masing-masing, agar persoalan keuangan keluarga bukan lagi menjadi masalah dalam keluarga.